Legislator Nilai Mandatory Spending Layanan Kesehatan Kunci Utama Kendalikan Wabah

04-07-2023 / KOMISI IX
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati saat mengisi acara Forum Legislasi dengan tema “Efektifitas RUU Kesehatan Mengendalikan Penyakit Menular”, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2023). Foto: Mentari/nr

 

Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengatakan besaran persentase 'mandatory spending' layanan kesehatan menjadi hal penting untuk menjamin kelancaran pengendalian wabah. Hal ini disampaikannya dalam acara Forum Legislasi dengan tema “Efektifitas RUU Kesehatan Mengendalikan Penyakit Menular”, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/7/2023).

 

Merujuk pada undang-undang eksisting, kata Kurniasih, besaran 'mandatory spending' atau pengeluaran negara yang diatur undang-undang ditetapkan minimal sebesar lima persen untuk APBN dan masing-masing APBD. Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memberi panduan sebesar 15 persen untuk alokasi dana kesehatan di setiap negara.

 

"Dari berbagai ketentuan penanggulangan wabah dalam RUU Kesehatan, yang kami sesalkan hilangnya 'mandatory spending'. Karena bicara wabah, membutuhkan biaya yang besar. Setidaknya kembali ke UU eksisting minimal lima persen untuk APBN dan APBD, walau kami mintanya 10 persen," kata Legislator Fraksi PKS itu.

 

Kurniasih mengatakan nomenklatur wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diatur di Bab 12 RUU Kesehatan Omnibus Law Pasal 352 sampai 400. Hal penting yang diatur antara lain, kata dia, tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah, keterlibatan tenaga medis, pakar, TNI-Polri, tokoh masyarakat dan pemangku kepentingan agama.

 

Aturan tersebut juga memuat penetapan penyakit yang berkriteria wabah, kewaspadaan wabah di wilayah dan pintu masuk, penanganan daerah wabah, hingga kegiatan pasca-wabah. RUU Kesehatan juga mengatur pengelolaan limbah medis seperti pembuangan masker, jarum suntik, dan infus bekas di masa wabah.

 

Bagian Keenam Pasal 386-391 RUU Kesehatan, kata Kurniasih, juga mengatur tentang SDM, teknologi, sarana prasarana, perbekalan kesehatan, dan pendanaan. "Ibarat tubuh manusia, anggaran ini seperti darahnya. Konsep kesehatan sebaik apapun kalau anggaran tidak disiapkan pasti tidak mudah," katanya.

 

Diketahui, pemerintah memutuskan untuk menghapus pengeluaran wajib itu dalam RUU Kesehatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 401 ayat 2 dan 3. Keputusan itu diambil setelah hasil evaluasi pemerintah terhadap penyerapan anggaran pengeluaran wajib tidak 100 persen mencapai tujuan. (tn/aha) 

BERITA TERKAIT
Program MBG Jangkau 20 Juta Penerima, Pemerintah Harus Serius Jawab Berbagai Keluhan
18-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta — Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR 2025...
Nurhadi Ungkap Banyak Dapur Fiktif di Program MBG, BGN Diminta 'Bersih-Bersih’
14-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi menemukan adanya 'dapur fiktif' dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG),...
Kunjungi RSUP, Komisi IX Dorong Pemerataan Layanan Kesehatan di NTT
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Kupang - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Charles Honoris menyampaikan apresiasi atas pengelolaan RSUP dr. Ben Mboi Kupang...
Komisi IX Tegaskan Pentingnya Penyimpanan Memadai di Dapur MBG
13-08-2025 / KOMISI IX
PARLEMENTARIA, Gorontalo - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh, menilai bahwa tidak semua dapur Makan Bergizi Gratis (MBG)...